Monday 12 October 2009

I Love U , Mom !

“ Mama! Jangan tinggalin aku, Ma!” seru Eghar. Ia seketika membuka mata dan mendapati tubuhnya telah terduduk di atas tempat tidurnya. Tubuhnya basah karena keringat. Ia memimpikan hal itu lagi. Hal yang tak bisa ia lupakan sejak 2 tahun yang lalu saat ibunya meninggalkannya untuk selamanya. Ia kembali membaringkan tubuhnya yang masih sedikit terengah-engah. Matanya tertutup, mencoba untuk kembali tidur.

Tepat saat ia mulai terlelap, secercah cahaya menerobos masuk ke balik kelopak matanya dan membuatnya terbangun karena silau. Saat matanya terbuka, nampak seorang wanita tinggi semampai yang memiliki rambut panjang yang indah terurai sedang berdiri dekat jendela kamar Eghar sambil memandang jauh ke luar. Egharpun terduduk kaget, segudang pertanyaan memenuhi pikirannya. Namun belum sempat ia membuka mulut, wanita itu berbalik dan menyapanya.

“ Hai! Kamu pasti Eghar, kan? Kamu pasti kaget dan bertanya-tanya siapa aku dan bagaimana aku bisa masuk ke sini, kan?!” ucap wanita itu lembut. Eghar terpesona dengan kecantikan dan gaya bahasa yang begitu lembut yang keluar dari bibir tipis wanita itu.

“ Namaku Ethelind. Aku rekan bisnis Papamu di Bali. Aku ke sini untuk berlibur, tapi sayangnya Papamu nggak bisa ikut berlibur di sini. Jadi kamu mau kan nemenin aku jalan-jalan keliling kota ini?” lanjutnya seraya tersenyum melihat Eghar yang terus bengong.

“ Ah… iya...kapan?” tanya Eghar gugup.

“ Kalo sekarang, gimana?”

“ Eh, kalo gitu aku mandi dulu, ya,” ucap Eghar dan bergegas menuju kamar mandi. Dengan secepat kilat Eghar membersihkan badannya.

“ Siap?” tanya Ethelind saat ia keluar kamar mandi. Ia hanya mengangguk saja lalu mengambil sepatu dan berjalan keluar kamar. Mereka memutuskan untuk pergi ke Mall dengan mobil Eghar.

Sepanjang perjalanan Eghar tak banyak bicara, ia hanya menjawab bila ditanya lalu berkonsentrasi ke jalan lagi. Ethelind bercerita banyak tentang dirinya yang sudah 2 kali gagal dalam menjalin hubungan, keluarganya yang selalu terlihat harmonis namun sebetulnya tidak, dan masih banyak lagi yang ia ceritakan pada siswa kelas 3 SMA ini. Entah apa maksudnya semua itu.

Saat sampai di Mall, Ethelind segera menarik tangan Eghar menuju bagian pakaian. Setelah itu dengan menenteng beberapa tas belanjaan Ethelind kembali menarik tangan Eghar menuju ke bagian sepatu. Lalu dengan tas belanjaan yang semakin banyak mereka mampir ke sebuah foodcourt. Keletihan sangat nampak di wajah Eghar.

“ Ed, abis ini kita main yuk!” ajak Ethelind sambil menyantap makanan yang telah dipesan.

“ Terserah kamu aja,” ucap Eghar pasrah.

Setelah selesai makan, mereka menaiki escalator menuju lantai 4 untuk bermain Timezone. Berbagai permainan telah mereka coba. Karena lelah akhirnya mereka pulang dan ternyata haripun sudah malam. Sesampainya di rumah, Eghar segera merebahkan tubuhnya yang sangat lelah di atas sofa, begitu juga dengan Ethelind. Tanpa sadar mereka berdua tidur di sofa.

§

Selama liburan sekolah ini, Eghar benar-benar merasa dipaksa untuk melakukan segala hal yang belum pernah ia lakukan sebelumnya karena memang tidak suka. Namun semakin lama liburannya terasa menyenangkan walau hanya diisi dengan berjalan-jalan berdua Ethelind ke tempat-tempat wisata dalam kota saja. Ia merasa sudah sangat dekat dengan Ethelind walau baru saja mereka berkenalan. Iapun merasakan sesuatu yang lain dari kedekatannya dengan Ethelind. Wanita berumur 29 tahun korban broken home rekan kerja Papanya di Bali.

Suatu pagi di hari terakhir liburan, Ethelind tidak mengajak Eghar kemana-mana. Ia meminta Eghar menyiram tanaman menggantikan bi Ijah, sementara ia menyapu halaman. Siangnya, Ethelind mengajak Eghar bermain catur di rumah sambil menikmati secangkir teh jasmine hangat. Dan malamnya, Ethelind berpamitan, ia akan kembali ke Bali membantu Papa Eghar mengurus perusahaan. Eghar mengantar Ethelind ke bandara. Saat menunggu pesawat, Ethelind dan Eghar bertukar nomor hp agar walau berpisah mereka masih bisa berbagi cerita lewat SMS atau telpon.

§

Saat liburan kenaikan kelas berakhir, Egharpun harus bangun pagi lagi dan berangkat sekolah. Sesampainya di sekolah, Eghar segera menuju kelas. Tampak teman-temannya telah berkumpul di kelas. Saat menuju kelas, banyak siswi yang menyapanya. Eghar memang termasuk salah satu siswa yang terkenal dan banyak digandrungi para siswi di sekolah karena selain juara di lapangan sepak bola, ia juga langganan juara kelas. Karena itu ia termasuk murid kesayangan para guru.

“ Hallo my man! Kemana aja lo waktu liburan? Jangan bilang lo liburan di rumah, trus makan tidur aja kerja lo?!” tanya Alan. Eghar hanya tersenyum sambil menaruh tas di atas mejanya.

“ Atau lo ke Bali nengok bokap lo. Berarti lo beli oleh-oleh buat kita dong,” ucap Yovan. Eghar menggeleng.

“ So??” tanya Axton.

“ Gue emang liburan di rumah, tapi banyak hal yang gue lakuin. Dan anehnya hal-hal itu nggak pernah gue lakuin sebelumnya,” jelas Eghar seraya mengingat seluruh kegiatannya dengan Ethelind selama liburan.

“ Emangnya apa yang lo kerjain? Kok lo bilangnya ‘aneh’ sih? Kan lo sendiri yang ngelakuin,” Axton bingung.

“ Gue jalan-jalan ke tempat wisata yang selama ini gue anggep nge-bosenin, gue shopping, foto-foto, jogging, nyiram taneman, bantuin beres-beres rumah, dan terakhir maen catur. Walau awalnya terpaksa, tapi lama-lama liburan gue tuh jadi seru!”

“ Apa serunya kalo kayak gitu? Emang siapa yang maksa lo? Kok lo bisa nurut gitu aja?” tanya Yovan.

“ Temen bokap gue dari Bali liburan ke sini, tapi bokap gue nggak ikut, jadi gue yang nemenin dia jalan-jalan. Dia bilang kalo gue nggak mau nemenin, dia bakal bilang ke bokap. Ya udah dari pada cari ribut sama bokap, mending gue nurut aja. Tapi lama-lama orangnya nyenengin kok. Oya, gue sempet foto bareng dia. Gue yakin kalian bakal langsung suka sama dia.” Lalu Eghar mengangsur selembar foto yang segera disambut oleh tangan-tangan yang penasaran.

“ Pantes lo betah liburan di rumah, yang nemenin liburan lo cantik gini. Siapa sih namanya? Trus umurnya berapa? Udah punya pacar belom?” tanya Yovan bersemangat.

“ Namanya Ethelind, umurnya 29 tahun dan belom punya pacar.”

Bel masuk mengakhiri obrolan 6 sekawan ini. Mereka segera kembali ke bangku masing-masing saat seorang guru masuk untuk menyuruh mereka tenang. Lalu seperti biasa, saat guru pergi merekapun kembali ribut.

Hari berjalan seperti biasa. Namun saat ini belum diisi dengan berbagai pelajaran-pelajaran baru. Saat waktu istirahat usai, Eghar dan ke lima temannya masuk ke kelas. Dan saat itu pula hp Eghar bergetar tanda ada pesan masuk. Eghar segera merogoh kantong celananya lalu mengeluarkan hpnya.

Hai Eghar, gi ap skrg?

Papamu dan aku lg mkn siang. Km udh mkn lom?

From : Nona cantiq..

12:06

Eghar tersenyum saat membacanya. Ia segera reply pesan Ethelind.

Lg d sklh. Td si udh mkn NasGor gt. Papa da d sn?

Blg y minggu dpn hrs plg. Kalo gx plg aku su2l k sn…

From : Eghar

12:11

Ethelind menghentikan makannya saat hpnya berbunyi. Ia membaca pesan dari Eghar sambil tersenyum dan segera menyampaikan pesan Eghar untuk Papanya yang sekarang sedang makan bersama Ethelind.

§

Malam itu seperti biasa, Eghar merasa sepi. Setelah beberapa lama ia lalui bersama Ethelind, sekarang rasanya sepi tanpanya di sini. Sudah beberapa hari belakangan ini pikirannya tak lepas dari Ethelind. Saat ia memandangi fotonya dengan Ethelind, rasa rindu melanda hatinya yang telah lama tertutup untuk merasakan cinta lagi.

Karena cinta, 3 kali ia terperosok dalam jurang patah hati dan kehampaan hati. Dan sekarang, rasa yang telah lama hilang kini muncul lagi dalam hati Eghar saat bertemu Ethelind. Wanita yang jauh lebih tua darinya.

Malampun semakin larut,tapi mata Eghar tidak juga terpejam. Kesunyian kamarnya mendorongnya untuk terus melamun. Eghar berjalan ke arah meja belajar dan mengambil iPod nya. Iapun mulai mendengarkan lagu demi lagu yang ada di dalamnya. Seketika ia menoleh kaget saat hpnya bergetar di atas kasurnya. Saat melihat layar hpnya, ternyata Ethelind menelponnya. Dengan sigap ia menyambar hpnya dan langsung menekan tombol answer.

“ Hallo?!” kata Eghar.

“ Hai ganteng. Lagi ngapain?” tanya Ethelind dari seberang telpon.

“ Lagi dengerin musik. Kenapa telpon malem-malem? Nggak bisa tidur juga ya?!” goda Eghar.

“ Hahaha… tau aja kamu. Oh ya aku dan Papamu akan ke sana bulan depan. Jadi kamu harus ada di rumah saat kami datang.” Tawa Ethelind barusan benar-benar membuat Eghar merasa terhibur. Andai saja aku ada di sana saat kau tertawa, pikir Eghar. Lalu seulas senyum nampak di wajah Eghar.

“ Iya. Nanti kalo ke sini biar aku yang jemput kalian, trus kita jalan-jalan lagi.”

“ Aduh kamu memang anak yang baik ya! Kamu bisa nyanyi nggak?”

“ Memang kenapa?”

“ Nyanyi dong, apa aja deh. Biasanya aku pasti langsung bisa tidur kalo di nyanyiin.”

“ Kenapa nggak denger radio atau apalah gitu?”

“ Nggak bisa. Kalo dari radio, suaranya pasti bisa bangunin orang seisi rumah. Ayo dong!” bujuk Ethelind.

“ Ok, tapi kalo suara aku jelek jangan protes.”

“ Iya. Sekarang kamu nyanyi lagu apa aja, yang penting suaranya harus kenceng.”

Eghar menekan tombol speakerphone. Dengan santai dan dengan diiringi petikan gitar, Eghar melantunkan lagu Mulan Kwok yang berjudul ‘ Semakin hari semakin cinta ‘. Lagu yang sengaja dipilihnya untuk mencoba mengatakan bahwa saat ini ia merasa semakin rindu dan cinta pada Ethelind.

Semakin hari semakin cinta..

Semakin hari semakin rindu..

Semakin dalam perasaan kasih dan sayangku kepada kamu.

Semakin lama kuredam hatiku..

Semakin deras badai asmaraku..

Semakin aku menyadari ku tak bisa bila tak ada dirimu.

Setelah itu, Ethelind berterima kasih pada Eghar lalu mematikan telpon. Eghar yang masih terhanyut dalam lagu yang ia nyanyikan tiba-tiba tersenyum sendiri. Ia terus membayangkan wajah Ethelind semalaman sampai akhirnya iapun tertidur. Sebelum tidur, ia bertekat akan mengatakannya langsung pada Ethelind saat ia dan Papanya datang bulan depan.

§

Suatu minggu pagi yang cerah, Eghar terbangun kaget karena ia baru saja memimpikan Ethelind. Dalam mimpi, Eghar melihat Ethelind berjalan mesra dengan seorang pria yang terlihat lebih tua dari Ethelind. Berjalan menjauhi tempat Eghar berdiri. Saat itu ia terus memanggil Ethelind namun Ethelind tak juga menoleh ke arahnya atau berusaha mencari asal suara yang memanggil dirinya. Mereka terus berjalan sambil berangkulan mesra. Api cemburu membakar hati Eghar saat itu. Dan saat Eghar menghampiri mereka dan ingin menghajar lelaki yang bersama Ethelind, Eghar terbangun.

Matahari telah menjulang ke atas saat ia selesai mandi dan membuka jendela. Biasanya Ethelind yang membukakan jendela dan membangunkannya. Namun tak terasa kejadian itu telah 1 bulan berlalu. Saat sedang melamun sambil memandang jauh ke luar jendela, hpnya berbunyi. Ethelind yang menelpon.

“ Kamu di mana? Katanya mau jemput?” suara Ethelind terdengar marah.

“ Hah!! Kamu nggak bilang kalo bakal sepagi ini.”

“ Ya udah sekarang kan udah bilang, jadi buruan jemput!”

“ Ya udah aku berangkat sekarang.”

Sambungan telpon terputus begitu saja. Eghar segera menyambar kunci mobil lalu pergi menjemput Papanya dan Ethelind. Ia mempercepat laju mobilnya agar mereka tidak terlalu lama menunggu.

“ Maaf ya…aku juga baru…bangun nih,” ucap Eghar sambil mengatur nafasnya yang tak karuan setelah berlari.

“ Nggak apa-apa kok. Papa senang kamu mau menjemput,” ucap Papa Eghar sambil memeluk putra tunggalnya. Egharpun membalas pelukan Papanya erat.

“ Gimana liburan kamu dengan Ethelind?” tanya Papa.

Eghar melirik Ethelind sekilas, lalu berkata,” Asik kok, Pa. Sayangnya Papa nggak ikut. Coba Papa ikut, pasti bakal lebih seru.”

Papa tertawa kecil lalu menepuk bahu anak kesayangannya itu. Lalu saat Eghar giliran memeluk Ethelind, seketika itu juga jantungnya berdegup tak terkendali. Namun rasa gugupnya tertutupi saat Ethelind tiba-tiba memeluknya erat lalu segera melepasnya lagi.

“ Papa berapa lama tinggal di sini?” tanya Eghar saat masuk ke mobil.

“ Papa cuti dulu sampai pesta pernikahan Papa terlaksana.”

Tiba-tiba laju mobilpun terhenti. Eghar menoleh ke arah Papanya lalu dengan tatapan kaget ia bertanya,” Papa mau nikah lagi? Sama siapa?”

Sesaat Papa Eghar dan Ethelind saling bertukar pandang. “ Nanti juga kamu akan tau. Dan Papa yakin kamu akan setuju dengan keputusan Papa ini,” kata Papa yakin.

Eghar semakin bingung mendengar hal itu. Tak biasanya Papanya begitu yakin keputusannya itu pasti akan ia setujui, karena ia tak pernah menyetujui semua calon ibu yang Papanya bawa ke hadapannya.

Sudah berhari-hari Papa sibuk menyiapkan gedung tempat pesta pernikahannya akan dilaksanakan. Eghar masih terus bertanya-tanya dengan siapa Papanya ini akan menikah. Namun di sela kebingungannya itu Eghar juga sibuk menyiapkan mentalnya untuk mengatakan isi hatinya pada Ethelind.

Namun di suatu malam saat sedang makan malam Eghar mencoba bertanya lagi pada Papanya tentang calon ibunya.

“ Pa, sebetulnya siapa sih calon Mama baruku? Jangan bikin aku bingung dong?!”

“ Ethelindlah calon Mama barumu. Kamu suka,kan?!”

Saat itu juga serasa ada yang menikam dan merobek hatinya. Hatinya yang semula berbunga-bunga karena ia telah mantap untuk menyatakan perasaannya pada Ethelind kini terasa sangat sakit. Lalu tanpa berkata apapun lagi Eghar segera meninggalkan meja makan.

§

Sudah 1 minggu sejak kejadian malam itu Eghar menjadi sangat pendiam dan tertutup. Bukan hanya orang yang ada di rumah saja yang bingung, tapi 1 sekolahpun bertanya-tanya ada apa dengannya. Eghar masih tak bisa terima dengan nasibnya ini. Ia merasa walau ia disukai banyak gadis, tapi ia nggak pernah bisa mendapatkan orang yang dicintainya. Bahkan sempat terpikir olehnya bahwa Tuhan nggak sayang padanya, namun pikiran itu segera ia buang jauh.

Suatu malam, Mama Eghar datang dalam mimpi Eghar. “Eghar!” panggil Mama.

Eghar menoleh. “ Mama..!” Tampak Eghar sangat kaget sekaligus senang melihat Mamanya yang sudah lama tak di jumpainya.

“Eghar, Mama kangen sama kamu sayang.”

“ Aku juga, Ma. O ya Mama tau nggak kalo Papa akan menikah lagi?”

Mama hanya mengangguk sambil terus membelai rambut Eghar yang sedang berbaring di pangkuannya.

“ Mama setuju?”

“ Kenapa nggak. Mama seneng kalo Papa seneng. Memangnya kenapa?”

“ Ah nggak apa-apa kok.”

“ Kamu nggak boleh egois dong, Papa sudah memilihkan yang terbaik untuk menjadi pengganti Mama tapi kamu malah nggak setuju karena kamu juga suka sama calon istri Papa.”

“ Mama tau dari mana aku juga suka Ethelind?” tanya Eghar kaget.

“ Kamu lupa ya, Mama kan sudah janji sama kamu kalo Mama akan selalu menjaga kamu…”

Setelah itu bayangan Mama memudar dan menghilang. Eghar tersadar dari tidurnya. Ia berjanji akan dengan besar hati menerima pernikahan Papanya dan Ethelind.

§

Saat pesta pernikahan berlangsung, Eghar datang agak terlambat. Papa dan Ethelind masih berpikir bahwa Eghar tak mau datang karena masih marah dengan mereka. Ethelind merasa bersalah dan berpikir karena dia Eghar dan Papanya bertengkar. Namun saat pertengahan pesta, tiba-tiba sebuah lagu dari Keith Martin yang berjudul ‘Because of You’ mengalun merdu dari bibir Eghar.

Because of you my life has changed

Thank you for the love and joy you bring

Because of you I feel no shame

I’ll tell the world It's because of you….

Ethelind tersenyum senang. Lalu dengan sedikit berlari, Ethelind menghampiri Eghar dan memeluknya senang. Eghar membalas pelukan Ethelind erat. Egharpun merasakan senangnya Ethelind saat ini.

“ Makasih ya kamu mau dateng ke pesta yang sangat penting dalam hidup aku,” ucap Ethelind.

Eghar tersenyum melihat senyum yang selama 1 minggu belakangan ini menjadi senyum yang sangat menyakitkan baginya. Eghar kemudian mendekatkan bibirnya tepat di depan telinga Ethelind. Lalu dengan lembut Eghar berkata, “ I Love You, Mom!!

Lalu seulas senyum nampak dari wajah keduanya. Namun tidak ada yang tau apakah Ethelind paham bahwa arti kata yang Eghar ucapkan bukanlah ungkapan rasa cinta seorang anak terhadap Mamanya, melainkan rasa cinta seorang pria yang mencinta wanita yang ternyata adalah calon Mama barunya.

§

Kisah Cinta Orang Biasa

Kenapa film-film percintaan remaja di bioskop hanya menceritakan tentang kisah cinta remaja yang kaya atau terkenal saja? Apa kisah cinta yang menarik hanya dimiliki oleh remaja-remaja yang kaya atau terkenal saja? Apakah orang yang biasa-biasa saja sepertiku hanya akan mengalami kisah cinta yang biasa-biasa saja? Apakah hidup tak adil seperti itu?

* * *

Namaku Maria. Aku salah satu dari sekian banyak orang biasa di dunia ini. Semua yang ada dalam diriku serba biasa. Fisikku…biasa! Intelektualku…biasa! Teman-temanku…biasa! Kisah cintaku…?!

Aku berdiri di beranda kelasku yang ada di lantai 2. Pandanganku tertuju pada sekawanan cowok yang sedang bermain sepak bola di lapangan. Sesosok tampan bergelut di tengah-tengah kawanan cowok itu. Senyuman yang begitu manis sangat menarik hatiku. Mungkinkah aku bisa memiliki senyuman manis dari cowok itu? Ah..! Impossible!! Steven, si pemilik senyuman itu adalah sesosok yang luar biasa di sekolah ini.Steven sangat digandrungi siswa-siswi di sekolah ini, termasuk diriku! Steven sangat tampan! Wajahnya yang blasteran mirip dengan salah satu pemain sepak bola di Tim Nas Inggris. Yap…Gerrard!! Matanya sangat indah…senyumnya…luar biasa indah!! Tapi…bukan semua itu yang pertama kali membuatku terpesona pada Steven.

Waktu itu, saat pertama aku masuk SMA,seseorang menabrakku di depan perpustakaan. Aku jatuh tersungkur di lantai. Tak ada yang menolongku, padahal saat itu banyak orang melihat kejadian itu, tapi mereka hanya tertawa-tawa melihatku yang tampak bodoh. Saat aku berusaha berdiri, tiba-tiba ada sebuah tangan yang terjulur untuk membantuku. Hanya tangan itu yang membantuku, tangan hangat milik Steven itu yang rela membantuku.

“Te…te...terima…ka..k..kasih…!” ucapku gugup.

“Lain kali hati-hati! Kalau orang lain gak bisa berhati-hati, lo yang harus berhati-hati!” bisik Steven lembut. Sebelum pergi, Steven tersenyum manis padaku. Sampai saat ini, senyuman itu tak pernah kulupakan.

* * *

“Teng…teng…teng…”

Bel berbunyi, tanda istirahat tiba. Aku tidak keluar kelas, karena ada tugas yang harus kuselesaikan.

“Mar, gua ke kantin dulu ya?!” seru Putri, teman sekelasku.

“Ya…!” sahutku. Aku kembali meneruskan tugasku.

“Lagi ngerjain apa?” tanya seseorang yang tiba-tiba duduk di depanku.

Aku mendongakkan kepalaku untuk melihat siapa yang bertanya padaku.

“HAH?!!”

Aku tersentak melihat sesosok yang ada di hadapanku. Sosok itu membuat jantungku berdegup kencang. Steven duduk tenang di depanku sambil memperhatikanku dan tersenyum padaku.

“Hai..! Koq ditanya diem aja?!” tanya Steven.

“Hah?! Eh…e..la..lagi ngerjain tugas akuntansi…” jawabku gugup.

“Oh..! Em…nama lo siapa?” tanya Steven lagi.

“M..ma…Maria…” sahutku.

“Oh..! Lo ini kalo diperhatiin manis juga!” ucap Steven.

Hah??!!!...Ya ampun!! Aku tidak menyangka kalau Steven akan berkata seperti itu. Kata-kata Steven itu membuat jantungku seakan berhenti berdetak.

“Minggu ini ada waktu gak?” tanya Steven.

“Eh…”

“Kita jalan-jalan,yuk?! Nongkrong di Caffe gitu!” ajak Steven.

“E…ya…ya…su…sudah!” sahutku.

Oh….Tuhan!! Aku benar-benar gak menyangka kalau Steven akan mengajakku pergi.Aku bahagia!!Aku sangaaat bahagia!!

* * *

Akhirnya hari yang kutunggu-tunggu tiba juga! Hari minggu ini aku akan pergi bersama Steven!!

Pukul 16.45 Steven menjemputku. Ia membawa sedan Chevrolet-nya.Steven terlihat agak terkejut melihat rumahku yang sangat sederhana.

* * *

Aku dan Steven masuk ke sebuah Caffe yang saat itu dipenuhi pasangan-pasangan remaja. Caffe itu sangat indah karena terletak di atas tebing sehingga pemandangan di Caffe itu sangat menarik.

Aku dan Steven banyak berbincang-bincang.Steven memang pantas menjadi idola, entah kenapa dia begitu mempesona. Wajahnya terlihat begitu bersinar tertimpa cahaya lampu Caffe yang berkelap-kelip.

Aku tersentak,tiba-tiba Steven menggenggam tanganku dengan lembut. Matanya memandang mataku dalam-dalam. Itu semua membuat jantungku berdegup kencang dan dadaku terasa sesak.

“Mar…entah kenapa gua suka banget sama lo…” bisik Steven lembut.

“Lo mau gak jadi pacar gua?” tanya Steven.

Oh..my God!!! Ya ampun Tuhan! Apakah aku sedang bermimpi?! Kalau ini benar cuma mimpi, tolong biarkan aku terus tertidur.

“Hei!Koq malh bengong?? Gimana lo mau gak jadi pacar gua? Please, jangan tolak gua!” pinta Steven. Kutarik nafasku dalam-dalam. Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung menjawab.

“I…iya…g..gua..mau…ja..jadi pa…pa…pacar…lo!”

Perlahan-lahan senyum manis terkembang di wajah Steven.

* * *

Sudah satu minggu aku pacaran dengan Steven. Aku merasa orang-orang mulai menghargai keberadaanku. Perlahan-lahan statusku sebagai orang biasa mulai luntur. Semua ini berkat Steven.

Saat pulang sekolah, Steven menghampiri kelasku. Ia mengajakku pulang bareng.

“Lo tunggu sini dulu,ya?! Gua mau nganterin temen -temen gua dulu…” ucap Steven. Aku hanya mengangguk pelan.

Aku terus menunggu Steven sampai hujan turun dengan deras. Sudah 2 jam berlalu, tapi Steven tak kunjung datang. Apa Steven lupa menjemputku? Apa Steven lupa kalau aku menunggunya di sini?

Kakiku mulai terasa pegal. Aku terduduk di lantai, karena aku merasa kakiku sudah tak mampu menopang tubuhku lagi. Hujan terus mengguyur bumi sampai akhirnya sedan Chevrolet menjemputku.

“Maria!” panggil Steven dari dalam mobil.

Steve sama sekali tidak keluar dari mobil dan menjemputku dengan payung. Ia hanya terduduk tenang di dalam mobilnya yang nyaman.

Aku bergegas memasuk sedan Chevrolet milik Steven. Aku berharap Steven mengucapkan kata maaf padaku, tapi…

“Lo ini gimana sih? Kalo lo udah nunggu gua lama gak dateng-dateng, balik sendiri bisa,kan?! Tadi nyokap lo nelpon tau! Ngerepotin banget sih,lo!!” seru Steven ketus. Aku benar-benar tak menyangka kalau Steven akan berkata seperti itu. Rasanya sakit sekali mendengar kata-kata Steven itu.

Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam. Tak lama kemudian kami sampai di rumahku. Sebelum aku keluar dari mobil milik Steven, Steven berkata, ”Ntar malem jam 7 gua jemput! Kita pergi!”. Aku hanya mengangguk pelan.

* * *

Steven menjemputku pukul 19.05. Ia mengajakku ngumpul bareng teman-temannya di sebuah taman. Teman-teman Steven agak menyeramkan, wajah mereka tampak seperti berandalan, hanya Peter, sahabat baik Steven yang tampak manis seperti Steven.

Salah satu dari teman-teman Steven, yang bernama Tiano menawarkan rokok pada

teman-temannya yang lain, termasuk Steven. Steven menerima tawaran temannya itu. Dengan tenang ia menghisap rokok pemberian Tiano.

“Stev...,koq lo nerokok sih?! Rokok kan gak baek buat paru-paru lo!” seruku sambil merebut sepuntung rokok yang ada di tangan Steven.

“Mendingan kan lo ngemut permen aja! Rasanya kan lebih enak daripada rokok!” ucapku sambil memberikan sebungkus permen.

“Ha..ha..ha..lo tuh cupu banget sih,Mar!! Pasti lo anak rumahan deh!” ledek Tiano. Teman-teman Steven yang lain ikut menertawakanku, termasuk Steven.

“Loh bukannya lo yang cupu?! Lo kan udah gede, pasti tau dong bahayanya ngerokok. Tapi kenapa lo masih ngerokok juga?!” tukasku kesal.

“Heh! Stev..Stev…,lo bisa ya pacaran sama orang kayak gini?! Heran gua!!” ejek Tiano. Suasana mulai memanas. Tiano sangat menyebalkan!

“Udah..! Udah!! Lo gupek banget sih, Mar! Salah gua ngajak lo ke sini!! Ayo pulang!!!” seru Steven.

Steven mengendarai mobilnya dengan kencang,ia terlihat sangat kesal. Sedan Chevrolet miliknya itu meliuk-liuk di jalan raya dan itu membuatku ketakutan.

“Lo tuh norak,ya! Kampungan!! Lo tau gak sih?! Sikap lo tadi itu bisa ngerusak persahabatan gua, tau!! Baru pacaran satu minggu aja lo udah suka ngatur-ngatur kayak gini! Asal lo tau, gua paling gak suka kalo ada orang yang ngelarang gua untuk ngerokok!” ucap Steven marah.

Dadaku terasa sesak mendengar ucapan Steven itu. Air mataku membendung di pelupuk mataku. Rasanya sakit…sakit sekali!!!

“Gua gak tahan sama sikap lo…”

“Gua juga gak tahan., Stev! Lo memang gak punya perasaan, Stev! Lo gak pernah mikir kalau ucapan lo itu nyakitin gua banget! Lo gak pernah ngertiin perasaan gua! Lo tau gak gimana perasaan gua waktu nunggu lo tadi siang?! Lo pasti gak tau kan kenapa gua nungguin lo sampai segitu lama?! Gua nunggu karena gua percaya sama lo, Stev! Gua percaya kalau lo akan jemput gua!! Tapi apa yang gua dapat dari lo?! Lo malah maki-maki gua, padahal gua tulus! Sekarang, gua tulus ngelakuin itu, tapi lo anggap gua norak dan kampungan…” tukasku kecewa. Air mataku sudah tak bisa kubendung lagi. Aku sangat kecewa pada Steven.

“Harusnya lo ngerti kalau hidup lo tuh sangat berharga. Harusnya lo ngerti kalau lo sangat berharga buat orang-orang yang menyayangi lo…” tambahku.

Steven hanya terdiam. Sepanjang perjalanan Steven tak mengeluarkan kata-kata sedikitpun.

* * *

Satu bulan telah berlalu sejak perseteruan dengan Steven waktu itu. Steven banyak berubah, ia menjadi sesosok idola yang benar-benar sempurna. Sekarang Steven sangat memperhatikanku dan yang membuatku sangat bahagia adalah…Steven sudah tidak merokok lagi, itu berarti dia mendengarkan ucapanku.

Steven mengajakku ke sebuah bukit yang sangat indah. Dari bukit itu, aku bisa melihat indahnya kota Bandar Lampung. Tempat itu terasa sangat nyaman.

“Em…biasanya kalau gua ke sini berarti gua lagi benar-benar jatuh cinta!” ucap Steven tiba-tiba.

“Sekarang lo ke sini,berarti lo lagi jatuh cinta dong?! Sama siapa?” tanyaku polos.

“Ya sama lo lah, sayang!Pacar gua kan cuma lo!!” seru Steven sambil merangkulku dengan mesra.

Aku menyandarkan kepalaku pada pundak Steven. Rasanya nyaman sekali! Kuharap saat-saat seperti ini takkan cepat berlalu.

“Stev, lo mau gak ngajak gua ke sini lagi?” tanyaku.

“OK! Gua akan ngajak lo ke tempat ini setiap hari!” jawab Steven.

“Yang bener?! Janji,ya?!”

“Iya!! Gua janji!!” seru Steven.

* * *

Pagi ini Steven tampak sangat ceria dan bersemangat. Pagi-pagi dia sudah nongkrong di kantin sekolah. Tak lama kemudian Peter datang dengan membawa sebuah bingkisan.

“Hai…friend!!” sapa Peter sambil menepuk pundak Steven. Steven hanya tersenyum manis. Peter duduk berhadapan dengan Steven.

“Nih ponsel yang udah gua janjiin! Hari ini tantangan gua selesai. Sekarang lo udah bisa putus sama Maria, dan lo udah bisa HTS-an lagi sama cewek-cewek lain!” ucap Peter.

“Wah batas waktunya udah abis, ya?! Gak kerasa! Berarti gua udah pacaran selama 1 ½ bulan sama Maria.” seru Steven sambil tertawa-tawa.

“Sejak sebulan yang lalu,lo banyak berubah, Stev! Lo jadi gak pernah ngerokok lagi! Apa ini karena ucapan Maria waktu itu? Berarti mulai saat ini lo udah bisa ngerokok lagi,dong?!” ucap Peter.

“Enggak! Gua gak mau ngerokok lagi! Gua udah janji sama Maria untuk gak ngerokok lagi. Lagi pula nafas gua terasa lebih nyaman tanpa rokok!” tukas Steven.

“Wah,jangan-jangan lo udah jatuh cinta Maria?!” terka Peter.

“Mungkin! Gua jadi gak pengen pisah sama dia! Gua gak mau kehilangan dia! Em..oh iya lo ambil lagi aja ponsel itu, gua udah gak butuh sama tuh ponsel, because gua udah tau apa yang lebih gua inginkan!” seru Steven penuh kepastian.

* * *

“Hai..Maria!” sapa Putri.

“Hai!” sahutku.

“E…em…ada yang pengen gua omongin sama lo!” ucap Putri ragu.

“Ya sudah ngomong aja! Gua siap koq ngedengernya!” seruku.

“E…gini…”

* * *

“Teng…teng…teng…”

Akhirnya bel pulang berbunyi. Aku ingin cepat-cepat pulang dan meluapkan apa yang aku rasakan. Tadi pagi, Putri menceritakan suatu hal besar yang tidak pernah kuketahui.

“Hai…!!” sapa Steven yang tiba-tiba ada di hadapanku. Jantungku berdegup kencang hingga membuat dadaku sakit dan nafasku sesak.

“Lo kemana aja sih?! Dari tadi gua nyariin lo!” seru Steven lembut.

Perlahan air mataku menggenang di pelupuk mata dan tak lama kemudian air mataku mulai bergulir ke pipiku.

“Mar…lo nangis, ya? Kenapa? Siapa yang ngebuat lo nangis?” tanya Steven cemas.

Aku mendorong Steven agar menjauhiku. Steven terheran-heran. Beberapa pasang mata meperhatikan kami.

“Sudah cukup lo berpura-pura, Stev! Gua bener-bener gak nyangka kalau lo sejahat itu! Kenapa lo ngelakuin itu, Stev?! Kenapa??” seruku.

“Maksud lo apa, Mar? Gua gak ngerti!” tukas Steven bingung.

“Gua mohon lo jawab dengan jujur! ...Lo gak bener-bener sayang sama gua, kan?! Lo pacaran sama gua cuma gara-gara tantangan dari Peter, ya kan?! Jawab Stev!!” terkaku dengan penuh kekecewaan.

“Da…da…dari mana lo tahu itu semua, Mar?? OK! Awalnya gua memang cuma mau memenuhi tantangan dari Peter, tapi…”

“Cukup, Stev!! Lo gak usah nyari alasan lagi, gua udah gak tahan!!” seruku.

Aku bergegas meninggalkan Steven. Steven berusaha mengejarku, tapi ia kesulitan karena saat itu ramai sekali.

Aku terus berlari keluar halaman sekolah. Berkali-kali Steven memanggil-manggil namaku, tapi aku sama sekali tidak menoleh ke arah Steven, aku tidak sanggup melihat wajah Steven yang sangat menyakitkan untuk kulihat. Aku berlari menyeberangi jalan raya dan Steven terus mengejarku.

“BRAAAKKK!!!”

Terdengar suara benturan yang sangat keras dari arah jalan raya. Aku menoleh kearah asalnya suara itu. Sesaat aku berhenti bernafas, jantungku berdegup kencang hingga membuat dadaku sesak. Air mataku mulai menghujani pipiku saat kulihat yang terjadi di hadapanku.

“STEVEN..!!!!!” seruku histeris.

Aku bergegas berlari ke arah Steven yang tergeletak lemah di aspal. Darah mengucur deras dari keningnya, luka-luka goresan menghiasi tubuhnya berkulit putih.

Aku bersimpuh di hadapan Steven. Kugenggam tangan Steven yang terasa sangat lemah. Steven tampak tak berdaya. Orang-orang mengerumuni kami.

“Maria…ma…maafin gua,ya?! Gu..gua..me..memang be…bersalah, tapi..gu…gua bener-bener sayang sama lo…! Lo harus percaya! Awalnya gua memang cuma main-main, tapi begitu gua ngeliat ketulusan lo, gua langsung sadar dan gak mau kehilangan lo.. percaya deh! Lo sa…sangat berarti bu…buat gua…” bisik Steven. Nafas Steven tak karuan, tubuhnya pun tampak semakin melemah. Aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya terisak…

“Maria…!! Steven…!!” seru Peter tiba-tiba. Peter bergegas menghampiriku dan Steven.

“Tolong panggil ambulan!! Tolong!!” seru Peter pada orang yang mengerumuni kami.

“Peter…lo sobat gua yang paling ngertiin perasaan gua… Kalau gua gak ada nanti, tolong jagain Maria, ya?! Please, dia sangat berarti buat gua..” pinta Steven.

Peter hanya mengangguk pelan. Perlahan-lahan air mata menetes dari mata Peter.

“Lo gak boleh pergi, Stev! Lo kan udah janji akan ngajak gua ke bukit itu lagi. Lo gak boleh ninggalin gua, Stev!!” tukasku.

”So...sorry kalau gua gak bisa menepati janji itu. Kalau lo mau ke bukit itu, ajak Peter aja! Dia tahu jalan kesana. E…boleh gak gua mencium bibir lo sebelum gua pergi?” ucap Steven.

Aku hanya mengangguk pelan. Perlahan kubungkukkan tubuhku agar wajahku lebih dekat dengan wajah Steven. Kupejamkan mataku perlahan-lahan. Sedetik kemudian kurasakan sentuhan lembut di bibirku. Jantungku berdegup kencang dan air mataku mengucur deras ke wajah Steven. Kami berdua berciuman di depan banyak orang. Kerumunan orang itu menjadi saksi kisah cinta kami.

“Makasih, ya Mar! Ini akan menjadi kenangan yang gak akan pernah gua lupakan!” bisik Steven.

“Maafkan gua, Stev! Ini semua karena gua…” ucapku sambil terisak.

“Sudahlah! Lo jangan nangis terus dong! Gua gak suka ngeliat lo nangis… Senyum dong! Lo harus melalui semua masalah dengan senyuman! Hidup ini sangat berarti, jadi jangan di bawa sedih terus. Semua orang pasti akan pergi dari dunia ini, mungkin sekarang adalah waktu gua untuk pergi,jadi lo gak usah sedih! Suatu saat kita pasti bertemu lagi…” tukas Steven.

“Gua gak mau pisah sama lo, Stev! Gua sayang sama lo! Lo harus bertahan, Stev! Sebentar lagi ambulan datang, lo harus bertahan, Stev!!” seruku sambil terisak.

Steven hanya tersenyum lembut. Perlahan-lahan Steven memejamkan matanya dan perlahan-lahan seluruh tubuhnya melemah.

Nafas Steven terus melemah, detak jantungnya pun melemah.

“Steven…” panggilku lembut.

Tak ada respon sedikitpun dari Steven. Sesaat kemudian nafasnya tak dapat lagi kurasakan. Steven sudah pergi. Steven benar-benar pergi jauh dariku.

“STEVEN!!!” jeritku.

Kupeluk erat tubuh Steven yang kini terkulai lemah. Darah yang mengucur dari kening Steven menodai seragamku yang putih.

Aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa terisak sambil terus memeluk tubuh orang yang sangat kucintai itu. Dadaku terasa sakit sekali. Jantungku serasa tak tak berdetak lagi. Aku ingin Steven kembali ke sisiku!! Oh.. Tuhan, kenapa ini harus terjadi??

* * *

Aku memang orang biasa, tapi aku merasa kisah cintaku bukanlah kisah cinta yang biasa. Aku bahagia pernah mengenal sesosok Steven dalam hidupku. Aku bahagia pernah menjalin cinta bersamanya, walau harus seperti ini. Aku takkan pernah melupakan Steven. Kan kujalani cinta ini sepanjang umurku. Kau dengar itu, Stev?! Aku akan terus mencintaimu seumur hidupku walaupun kini kau telah pergi jauh dariku!!!

* * *