Monday 12 October 2009

Kisah Cinta Orang Biasa

Kenapa film-film percintaan remaja di bioskop hanya menceritakan tentang kisah cinta remaja yang kaya atau terkenal saja? Apa kisah cinta yang menarik hanya dimiliki oleh remaja-remaja yang kaya atau terkenal saja? Apakah orang yang biasa-biasa saja sepertiku hanya akan mengalami kisah cinta yang biasa-biasa saja? Apakah hidup tak adil seperti itu?

* * *

Namaku Maria. Aku salah satu dari sekian banyak orang biasa di dunia ini. Semua yang ada dalam diriku serba biasa. Fisikku…biasa! Intelektualku…biasa! Teman-temanku…biasa! Kisah cintaku…?!

Aku berdiri di beranda kelasku yang ada di lantai 2. Pandanganku tertuju pada sekawanan cowok yang sedang bermain sepak bola di lapangan. Sesosok tampan bergelut di tengah-tengah kawanan cowok itu. Senyuman yang begitu manis sangat menarik hatiku. Mungkinkah aku bisa memiliki senyuman manis dari cowok itu? Ah..! Impossible!! Steven, si pemilik senyuman itu adalah sesosok yang luar biasa di sekolah ini.Steven sangat digandrungi siswa-siswi di sekolah ini, termasuk diriku! Steven sangat tampan! Wajahnya yang blasteran mirip dengan salah satu pemain sepak bola di Tim Nas Inggris. Yap…Gerrard!! Matanya sangat indah…senyumnya…luar biasa indah!! Tapi…bukan semua itu yang pertama kali membuatku terpesona pada Steven.

Waktu itu, saat pertama aku masuk SMA,seseorang menabrakku di depan perpustakaan. Aku jatuh tersungkur di lantai. Tak ada yang menolongku, padahal saat itu banyak orang melihat kejadian itu, tapi mereka hanya tertawa-tawa melihatku yang tampak bodoh. Saat aku berusaha berdiri, tiba-tiba ada sebuah tangan yang terjulur untuk membantuku. Hanya tangan itu yang membantuku, tangan hangat milik Steven itu yang rela membantuku.

“Te…te...terima…ka..k..kasih…!” ucapku gugup.

“Lain kali hati-hati! Kalau orang lain gak bisa berhati-hati, lo yang harus berhati-hati!” bisik Steven lembut. Sebelum pergi, Steven tersenyum manis padaku. Sampai saat ini, senyuman itu tak pernah kulupakan.

* * *

“Teng…teng…teng…”

Bel berbunyi, tanda istirahat tiba. Aku tidak keluar kelas, karena ada tugas yang harus kuselesaikan.

“Mar, gua ke kantin dulu ya?!” seru Putri, teman sekelasku.

“Ya…!” sahutku. Aku kembali meneruskan tugasku.

“Lagi ngerjain apa?” tanya seseorang yang tiba-tiba duduk di depanku.

Aku mendongakkan kepalaku untuk melihat siapa yang bertanya padaku.

“HAH?!!”

Aku tersentak melihat sesosok yang ada di hadapanku. Sosok itu membuat jantungku berdegup kencang. Steven duduk tenang di depanku sambil memperhatikanku dan tersenyum padaku.

“Hai..! Koq ditanya diem aja?!” tanya Steven.

“Hah?! Eh…e..la..lagi ngerjain tugas akuntansi…” jawabku gugup.

“Oh..! Em…nama lo siapa?” tanya Steven lagi.

“M..ma…Maria…” sahutku.

“Oh..! Lo ini kalo diperhatiin manis juga!” ucap Steven.

Hah??!!!...Ya ampun!! Aku tidak menyangka kalau Steven akan berkata seperti itu. Kata-kata Steven itu membuat jantungku seakan berhenti berdetak.

“Minggu ini ada waktu gak?” tanya Steven.

“Eh…”

“Kita jalan-jalan,yuk?! Nongkrong di Caffe gitu!” ajak Steven.

“E…ya…ya…su…sudah!” sahutku.

Oh….Tuhan!! Aku benar-benar gak menyangka kalau Steven akan mengajakku pergi.Aku bahagia!!Aku sangaaat bahagia!!

* * *

Akhirnya hari yang kutunggu-tunggu tiba juga! Hari minggu ini aku akan pergi bersama Steven!!

Pukul 16.45 Steven menjemputku. Ia membawa sedan Chevrolet-nya.Steven terlihat agak terkejut melihat rumahku yang sangat sederhana.

* * *

Aku dan Steven masuk ke sebuah Caffe yang saat itu dipenuhi pasangan-pasangan remaja. Caffe itu sangat indah karena terletak di atas tebing sehingga pemandangan di Caffe itu sangat menarik.

Aku dan Steven banyak berbincang-bincang.Steven memang pantas menjadi idola, entah kenapa dia begitu mempesona. Wajahnya terlihat begitu bersinar tertimpa cahaya lampu Caffe yang berkelap-kelip.

Aku tersentak,tiba-tiba Steven menggenggam tanganku dengan lembut. Matanya memandang mataku dalam-dalam. Itu semua membuat jantungku berdegup kencang dan dadaku terasa sesak.

“Mar…entah kenapa gua suka banget sama lo…” bisik Steven lembut.

“Lo mau gak jadi pacar gua?” tanya Steven.

Oh..my God!!! Ya ampun Tuhan! Apakah aku sedang bermimpi?! Kalau ini benar cuma mimpi, tolong biarkan aku terus tertidur.

“Hei!Koq malh bengong?? Gimana lo mau gak jadi pacar gua? Please, jangan tolak gua!” pinta Steven. Kutarik nafasku dalam-dalam. Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung menjawab.

“I…iya…g..gua..mau…ja..jadi pa…pa…pacar…lo!”

Perlahan-lahan senyum manis terkembang di wajah Steven.

* * *

Sudah satu minggu aku pacaran dengan Steven. Aku merasa orang-orang mulai menghargai keberadaanku. Perlahan-lahan statusku sebagai orang biasa mulai luntur. Semua ini berkat Steven.

Saat pulang sekolah, Steven menghampiri kelasku. Ia mengajakku pulang bareng.

“Lo tunggu sini dulu,ya?! Gua mau nganterin temen -temen gua dulu…” ucap Steven. Aku hanya mengangguk pelan.

Aku terus menunggu Steven sampai hujan turun dengan deras. Sudah 2 jam berlalu, tapi Steven tak kunjung datang. Apa Steven lupa menjemputku? Apa Steven lupa kalau aku menunggunya di sini?

Kakiku mulai terasa pegal. Aku terduduk di lantai, karena aku merasa kakiku sudah tak mampu menopang tubuhku lagi. Hujan terus mengguyur bumi sampai akhirnya sedan Chevrolet menjemputku.

“Maria!” panggil Steven dari dalam mobil.

Steve sama sekali tidak keluar dari mobil dan menjemputku dengan payung. Ia hanya terduduk tenang di dalam mobilnya yang nyaman.

Aku bergegas memasuk sedan Chevrolet milik Steven. Aku berharap Steven mengucapkan kata maaf padaku, tapi…

“Lo ini gimana sih? Kalo lo udah nunggu gua lama gak dateng-dateng, balik sendiri bisa,kan?! Tadi nyokap lo nelpon tau! Ngerepotin banget sih,lo!!” seru Steven ketus. Aku benar-benar tak menyangka kalau Steven akan berkata seperti itu. Rasanya sakit sekali mendengar kata-kata Steven itu.

Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam. Tak lama kemudian kami sampai di rumahku. Sebelum aku keluar dari mobil milik Steven, Steven berkata, ”Ntar malem jam 7 gua jemput! Kita pergi!”. Aku hanya mengangguk pelan.

* * *

Steven menjemputku pukul 19.05. Ia mengajakku ngumpul bareng teman-temannya di sebuah taman. Teman-teman Steven agak menyeramkan, wajah mereka tampak seperti berandalan, hanya Peter, sahabat baik Steven yang tampak manis seperti Steven.

Salah satu dari teman-teman Steven, yang bernama Tiano menawarkan rokok pada

teman-temannya yang lain, termasuk Steven. Steven menerima tawaran temannya itu. Dengan tenang ia menghisap rokok pemberian Tiano.

“Stev...,koq lo nerokok sih?! Rokok kan gak baek buat paru-paru lo!” seruku sambil merebut sepuntung rokok yang ada di tangan Steven.

“Mendingan kan lo ngemut permen aja! Rasanya kan lebih enak daripada rokok!” ucapku sambil memberikan sebungkus permen.

“Ha..ha..ha..lo tuh cupu banget sih,Mar!! Pasti lo anak rumahan deh!” ledek Tiano. Teman-teman Steven yang lain ikut menertawakanku, termasuk Steven.

“Loh bukannya lo yang cupu?! Lo kan udah gede, pasti tau dong bahayanya ngerokok. Tapi kenapa lo masih ngerokok juga?!” tukasku kesal.

“Heh! Stev..Stev…,lo bisa ya pacaran sama orang kayak gini?! Heran gua!!” ejek Tiano. Suasana mulai memanas. Tiano sangat menyebalkan!

“Udah..! Udah!! Lo gupek banget sih, Mar! Salah gua ngajak lo ke sini!! Ayo pulang!!!” seru Steven.

Steven mengendarai mobilnya dengan kencang,ia terlihat sangat kesal. Sedan Chevrolet miliknya itu meliuk-liuk di jalan raya dan itu membuatku ketakutan.

“Lo tuh norak,ya! Kampungan!! Lo tau gak sih?! Sikap lo tadi itu bisa ngerusak persahabatan gua, tau!! Baru pacaran satu minggu aja lo udah suka ngatur-ngatur kayak gini! Asal lo tau, gua paling gak suka kalo ada orang yang ngelarang gua untuk ngerokok!” ucap Steven marah.

Dadaku terasa sesak mendengar ucapan Steven itu. Air mataku membendung di pelupuk mataku. Rasanya sakit…sakit sekali!!!

“Gua gak tahan sama sikap lo…”

“Gua juga gak tahan., Stev! Lo memang gak punya perasaan, Stev! Lo gak pernah mikir kalau ucapan lo itu nyakitin gua banget! Lo gak pernah ngertiin perasaan gua! Lo tau gak gimana perasaan gua waktu nunggu lo tadi siang?! Lo pasti gak tau kan kenapa gua nungguin lo sampai segitu lama?! Gua nunggu karena gua percaya sama lo, Stev! Gua percaya kalau lo akan jemput gua!! Tapi apa yang gua dapat dari lo?! Lo malah maki-maki gua, padahal gua tulus! Sekarang, gua tulus ngelakuin itu, tapi lo anggap gua norak dan kampungan…” tukasku kecewa. Air mataku sudah tak bisa kubendung lagi. Aku sangat kecewa pada Steven.

“Harusnya lo ngerti kalau hidup lo tuh sangat berharga. Harusnya lo ngerti kalau lo sangat berharga buat orang-orang yang menyayangi lo…” tambahku.

Steven hanya terdiam. Sepanjang perjalanan Steven tak mengeluarkan kata-kata sedikitpun.

* * *

Satu bulan telah berlalu sejak perseteruan dengan Steven waktu itu. Steven banyak berubah, ia menjadi sesosok idola yang benar-benar sempurna. Sekarang Steven sangat memperhatikanku dan yang membuatku sangat bahagia adalah…Steven sudah tidak merokok lagi, itu berarti dia mendengarkan ucapanku.

Steven mengajakku ke sebuah bukit yang sangat indah. Dari bukit itu, aku bisa melihat indahnya kota Bandar Lampung. Tempat itu terasa sangat nyaman.

“Em…biasanya kalau gua ke sini berarti gua lagi benar-benar jatuh cinta!” ucap Steven tiba-tiba.

“Sekarang lo ke sini,berarti lo lagi jatuh cinta dong?! Sama siapa?” tanyaku polos.

“Ya sama lo lah, sayang!Pacar gua kan cuma lo!!” seru Steven sambil merangkulku dengan mesra.

Aku menyandarkan kepalaku pada pundak Steven. Rasanya nyaman sekali! Kuharap saat-saat seperti ini takkan cepat berlalu.

“Stev, lo mau gak ngajak gua ke sini lagi?” tanyaku.

“OK! Gua akan ngajak lo ke tempat ini setiap hari!” jawab Steven.

“Yang bener?! Janji,ya?!”

“Iya!! Gua janji!!” seru Steven.

* * *

Pagi ini Steven tampak sangat ceria dan bersemangat. Pagi-pagi dia sudah nongkrong di kantin sekolah. Tak lama kemudian Peter datang dengan membawa sebuah bingkisan.

“Hai…friend!!” sapa Peter sambil menepuk pundak Steven. Steven hanya tersenyum manis. Peter duduk berhadapan dengan Steven.

“Nih ponsel yang udah gua janjiin! Hari ini tantangan gua selesai. Sekarang lo udah bisa putus sama Maria, dan lo udah bisa HTS-an lagi sama cewek-cewek lain!” ucap Peter.

“Wah batas waktunya udah abis, ya?! Gak kerasa! Berarti gua udah pacaran selama 1 ½ bulan sama Maria.” seru Steven sambil tertawa-tawa.

“Sejak sebulan yang lalu,lo banyak berubah, Stev! Lo jadi gak pernah ngerokok lagi! Apa ini karena ucapan Maria waktu itu? Berarti mulai saat ini lo udah bisa ngerokok lagi,dong?!” ucap Peter.

“Enggak! Gua gak mau ngerokok lagi! Gua udah janji sama Maria untuk gak ngerokok lagi. Lagi pula nafas gua terasa lebih nyaman tanpa rokok!” tukas Steven.

“Wah,jangan-jangan lo udah jatuh cinta Maria?!” terka Peter.

“Mungkin! Gua jadi gak pengen pisah sama dia! Gua gak mau kehilangan dia! Em..oh iya lo ambil lagi aja ponsel itu, gua udah gak butuh sama tuh ponsel, because gua udah tau apa yang lebih gua inginkan!” seru Steven penuh kepastian.

* * *

“Hai..Maria!” sapa Putri.

“Hai!” sahutku.

“E…em…ada yang pengen gua omongin sama lo!” ucap Putri ragu.

“Ya sudah ngomong aja! Gua siap koq ngedengernya!” seruku.

“E…gini…”

* * *

“Teng…teng…teng…”

Akhirnya bel pulang berbunyi. Aku ingin cepat-cepat pulang dan meluapkan apa yang aku rasakan. Tadi pagi, Putri menceritakan suatu hal besar yang tidak pernah kuketahui.

“Hai…!!” sapa Steven yang tiba-tiba ada di hadapanku. Jantungku berdegup kencang hingga membuat dadaku sakit dan nafasku sesak.

“Lo kemana aja sih?! Dari tadi gua nyariin lo!” seru Steven lembut.

Perlahan air mataku menggenang di pelupuk mata dan tak lama kemudian air mataku mulai bergulir ke pipiku.

“Mar…lo nangis, ya? Kenapa? Siapa yang ngebuat lo nangis?” tanya Steven cemas.

Aku mendorong Steven agar menjauhiku. Steven terheran-heran. Beberapa pasang mata meperhatikan kami.

“Sudah cukup lo berpura-pura, Stev! Gua bener-bener gak nyangka kalau lo sejahat itu! Kenapa lo ngelakuin itu, Stev?! Kenapa??” seruku.

“Maksud lo apa, Mar? Gua gak ngerti!” tukas Steven bingung.

“Gua mohon lo jawab dengan jujur! ...Lo gak bener-bener sayang sama gua, kan?! Lo pacaran sama gua cuma gara-gara tantangan dari Peter, ya kan?! Jawab Stev!!” terkaku dengan penuh kekecewaan.

“Da…da…dari mana lo tahu itu semua, Mar?? OK! Awalnya gua memang cuma mau memenuhi tantangan dari Peter, tapi…”

“Cukup, Stev!! Lo gak usah nyari alasan lagi, gua udah gak tahan!!” seruku.

Aku bergegas meninggalkan Steven. Steven berusaha mengejarku, tapi ia kesulitan karena saat itu ramai sekali.

Aku terus berlari keluar halaman sekolah. Berkali-kali Steven memanggil-manggil namaku, tapi aku sama sekali tidak menoleh ke arah Steven, aku tidak sanggup melihat wajah Steven yang sangat menyakitkan untuk kulihat. Aku berlari menyeberangi jalan raya dan Steven terus mengejarku.

“BRAAAKKK!!!”

Terdengar suara benturan yang sangat keras dari arah jalan raya. Aku menoleh kearah asalnya suara itu. Sesaat aku berhenti bernafas, jantungku berdegup kencang hingga membuat dadaku sesak. Air mataku mulai menghujani pipiku saat kulihat yang terjadi di hadapanku.

“STEVEN..!!!!!” seruku histeris.

Aku bergegas berlari ke arah Steven yang tergeletak lemah di aspal. Darah mengucur deras dari keningnya, luka-luka goresan menghiasi tubuhnya berkulit putih.

Aku bersimpuh di hadapan Steven. Kugenggam tangan Steven yang terasa sangat lemah. Steven tampak tak berdaya. Orang-orang mengerumuni kami.

“Maria…ma…maafin gua,ya?! Gu..gua..me..memang be…bersalah, tapi..gu…gua bener-bener sayang sama lo…! Lo harus percaya! Awalnya gua memang cuma main-main, tapi begitu gua ngeliat ketulusan lo, gua langsung sadar dan gak mau kehilangan lo.. percaya deh! Lo sa…sangat berarti bu…buat gua…” bisik Steven. Nafas Steven tak karuan, tubuhnya pun tampak semakin melemah. Aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya terisak…

“Maria…!! Steven…!!” seru Peter tiba-tiba. Peter bergegas menghampiriku dan Steven.

“Tolong panggil ambulan!! Tolong!!” seru Peter pada orang yang mengerumuni kami.

“Peter…lo sobat gua yang paling ngertiin perasaan gua… Kalau gua gak ada nanti, tolong jagain Maria, ya?! Please, dia sangat berarti buat gua..” pinta Steven.

Peter hanya mengangguk pelan. Perlahan-lahan air mata menetes dari mata Peter.

“Lo gak boleh pergi, Stev! Lo kan udah janji akan ngajak gua ke bukit itu lagi. Lo gak boleh ninggalin gua, Stev!!” tukasku.

”So...sorry kalau gua gak bisa menepati janji itu. Kalau lo mau ke bukit itu, ajak Peter aja! Dia tahu jalan kesana. E…boleh gak gua mencium bibir lo sebelum gua pergi?” ucap Steven.

Aku hanya mengangguk pelan. Perlahan kubungkukkan tubuhku agar wajahku lebih dekat dengan wajah Steven. Kupejamkan mataku perlahan-lahan. Sedetik kemudian kurasakan sentuhan lembut di bibirku. Jantungku berdegup kencang dan air mataku mengucur deras ke wajah Steven. Kami berdua berciuman di depan banyak orang. Kerumunan orang itu menjadi saksi kisah cinta kami.

“Makasih, ya Mar! Ini akan menjadi kenangan yang gak akan pernah gua lupakan!” bisik Steven.

“Maafkan gua, Stev! Ini semua karena gua…” ucapku sambil terisak.

“Sudahlah! Lo jangan nangis terus dong! Gua gak suka ngeliat lo nangis… Senyum dong! Lo harus melalui semua masalah dengan senyuman! Hidup ini sangat berarti, jadi jangan di bawa sedih terus. Semua orang pasti akan pergi dari dunia ini, mungkin sekarang adalah waktu gua untuk pergi,jadi lo gak usah sedih! Suatu saat kita pasti bertemu lagi…” tukas Steven.

“Gua gak mau pisah sama lo, Stev! Gua sayang sama lo! Lo harus bertahan, Stev! Sebentar lagi ambulan datang, lo harus bertahan, Stev!!” seruku sambil terisak.

Steven hanya tersenyum lembut. Perlahan-lahan Steven memejamkan matanya dan perlahan-lahan seluruh tubuhnya melemah.

Nafas Steven terus melemah, detak jantungnya pun melemah.

“Steven…” panggilku lembut.

Tak ada respon sedikitpun dari Steven. Sesaat kemudian nafasnya tak dapat lagi kurasakan. Steven sudah pergi. Steven benar-benar pergi jauh dariku.

“STEVEN!!!” jeritku.

Kupeluk erat tubuh Steven yang kini terkulai lemah. Darah yang mengucur dari kening Steven menodai seragamku yang putih.

Aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa terisak sambil terus memeluk tubuh orang yang sangat kucintai itu. Dadaku terasa sakit sekali. Jantungku serasa tak tak berdetak lagi. Aku ingin Steven kembali ke sisiku!! Oh.. Tuhan, kenapa ini harus terjadi??

* * *

Aku memang orang biasa, tapi aku merasa kisah cintaku bukanlah kisah cinta yang biasa. Aku bahagia pernah mengenal sesosok Steven dalam hidupku. Aku bahagia pernah menjalin cinta bersamanya, walau harus seperti ini. Aku takkan pernah melupakan Steven. Kan kujalani cinta ini sepanjang umurku. Kau dengar itu, Stev?! Aku akan terus mencintaimu seumur hidupku walaupun kini kau telah pergi jauh dariku!!!

* * *

1 comment:

  1. cerpen ini di dikin temen gue beberapa taun yg lalu.. sengaja gue posting di sini karna gue mau orang2 juga baca cerpen dia yg menurut gue lebih bagus dari gue yg pemula ini..

    ReplyDelete